Kota Salatiga di propinsi Jawa Tengah kira-kira 40 km ke arah selatan dari ibukota propinsi dan bandara A. Yani Semarang. Ke Surakarta (Solo) hanya 1 jam perjalanan dengan mobil dan 2 jam menuju pusat kota pariwisata Yogyakarta. Salatiga 600 meter di atas permukaan laut terletak di lereng gunung Merbabu. |
Sejak jaman pendudukan kolonial Belanda, Salatiga menjadi pusat kegiatan militer. Udara yang sejuk dan lingkungan yang menyenangkan menajdikan kota ini terkenal sebagai kota peristirahatan. Pada saat perang kemerdekaan kota Salatiga hancur menjadi sasaran pemboman pesawat Belanda, disisi lain para pejuang juga menggunakan taktik bumi hangus.Penduduk Salatiga ± 100.000 jiwa 90 % diantaranya suku Jawa. Ada juga sedikit WNI keturunan dan bermunculan suku lain dari berbagai daerah di Indonesia. Bahasa Jawa terdengar kental di kota ini tapi di jalan juga di pasar kebanyakan dari mereka menggunakan Bahasa Indonesia. Salatiga merupakan salah satu kotamadia yang meraih Adipura di Jawa Tengah.Sebagai kawasan masa depan di Jawa Tengah yang lebih dikenal sebagai JOGLO SEMAR (Jogya - Solo - Semarang) perekonomian Salatiga saat ini tidak lagi bertumpu hanya pada hasil pertanian, tetapi kota ini lebih dikenal sebagai kota transit perdagangan yang memiliki masa depan cerah.Beberapa industri kecil khususnya memproses hasil pertanian dan peternakan lokal menjadi makanan khas Salatiga (enting-enting gepuk, keripik paru dsb.). Terdapat juga 2 pabrik tekstil yang besar di bagian selatan kota Salatiga yaitu PT. Damatex dan PT. Timatex.Disamping itu di kota ini juga terdapat banyak sekolah negeri dan swasta dari tingkat SD sampai SMU.Disamping Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), ada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Akademi Manajemen dan Akuntansi (AMA), juga lembaga penelitian pertanian yang di kelola yayasan Katholik. Dengan keadaan seperti ini memang Salatiga terkesan sebagai kota yang aman dan tepat untuk belajar.Salatiga juga menjadi tempat wisata yang nyaman untuk istirahat ataupun sekedar singgah bagi mereka yang berwisata ke Kopeng, Pemandian Alam Muncul, dan Bukit Cinta di tepi Rawa Pening.Salatiga memang bukan kota pariwisata, tapi kebijaksanaan Pemda Kodia Salatiga ingin menjadikan kota ini menjadi kota kenangan bagi mereka yang singgah. Hal ini diwujudkan dengan berdirinya Pasar Raya I dan Pasar Raya II serta penataan tata ruang bagi para Pedagang Kaki Lima seperti didirikannya pusat penjualan buah khas Salatiga dsb.Jalan Utama jalan Jendral Sudirman atau yang lebih dikenal dengan nama jalan Solo penuh dengan toko-toko yang menyediakan kebutuhan kita. Barang-barang buatan pabrik seperti pakaian, sepatu, perlengkapan kamar mandi, dan obat-obatan tersedia dengan harga yang terjangkau. Kita juga dapat menemukan toko batik dari kualitas yang sederhana sampai istimewa termasuk kain atau baju yang siap pakai baik di toko besar maupun di dalam pasar tradisional. Disekitar pintu gerbang pasar juga banyak terdapat toko yang menjual perhiasan emas dan batu mulia yang sangat indah. Demikian juga halnya dengan toko-toko buku yang menyediakan alat tulis sampai pada buku-buku yang menunjang program pendidikan (buku bacaan dsb.) serta koran dan majalah terbitan daerah, nasional, bahkan internasional tersedia di kota Salatiga. Kesan sebagai kota yang dinamis terlihat dengan tersedianya toko yang menyediakan kaset musik Indonesia ataupun barat, serta sarana hiburan seperti rental video - laser disk - video compact disk serta 3 gedung bioskop termasuk salah satunya Atrium1 -2 & 3. Tidak perlu kuatir untuk keperluan pembuatan baju atau celana karena di kota ini terdapat banyak penjahit serta ada juga tempat yang dapat membuat sandal atau sepatu dari kulit asli. Tidak ketinggalan juga beberapa toko swalayan (super market) menghias Salatiga.
![]() | Bagi yang mempunyai hobi makan Salatiga merupakan tempat yang subur karena di setiap sudut kota terdapat warung dan restoran baik masakan Indonesia maupun masakan Cina. Di sisi lain Salatiga diwaktu sore hari mempunyai ciri khas sendiri dimana banyak warung kecil, gerobak dorong dan ‘angkringan’ yang menjajakan masakan dengan harga ‘mahasiswa’ dan dinikmati dengan cara ‘lesehan’ maupun duduk di ‘dingklik’ (kursi panjang). |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar